Sabtu, 11 April 2020

Kebijakan Perdagangan Bebas

Terdapat berbagai manfaat dalam perdagangan bebas dan kerugiannya yang memiliki arti tersendiri. Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan perdagangan yang menginginkan adanya kebebasan dalam perdagangan, sehingga tidak ada rintangan yang menghalangi arus produk dari dan keluar negeri. Kebijakan perdagangan ini berkembang seiring dengan adanya arus globalisasi di mana antara negara satu dengan negara lain dalam kehidupannya lebih transparan tidak terbatasi oleh batas-batas teritorial tiap-tiap negara. Karena dalam perdagangan bebas, tidak ada rintangan maka harga produk ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran) sesuai dengan hukum ekonomi. 

Manfaat dari perdagangan bebas menurut teori klasik adalah sebagai berikut :
  • Dapat mendorong persaingan antarapengusaha, sehingga nantinya akan tercipta kualitas produk dengan dasar teknologi tinggi. 
  • Mendorong terjadinya efisiensi daya (cost) sehingga mampu menghasilkan produk dengan harga yang mampu bersaing. 
  • Meningkatkan mobilitas modal, tenaga ahli dan investasi (faktor produksi) ke berbagai negara sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. 
  • Meningkatkan perolehan laba sehingga memungkinkan para penguasa berinvestasi lebih luas. 
  • Konsumen dapat lebih bebas dalam menentukan variasi dan pilihan produk yang diinginkan. 
Saat ini perdagangan bebas belum berlaku secara menyeluruh dan masih terbatas pada kawasan-kawasan tertentu saja karena masih adanya keterbatasan pada permasalahan kebijakan tarif, kuota, diskriminasi harga dan lain-lainnya dengan demikian hanya berlaku bagi negara yang masih termasuk dalam kawasan tersebut. 

Kebijakan Perdagangan Bebas dan Proteksionis - Ada dua macam kebijakanperdagangan internasional, yakni kebijakan perdagangan bebas (free trade) dan kebijakan perdagangan proteksionis.

a. Kebijakan Perdagangan Bebas
Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan perdagangan yang menginginkan kebebasan dalam perdagangan, sehingga tidak ada rintangan yang menghalangi arus produk dari dan ke luar negeri. Kebijakan perdagangan bebas berkembang dengan berpedoman pada ajaran aliran klasik (liberal) yang tidak menghendaki adanya rintangan-rintangan (hambatan-hambatan) dalam arus perdagangan internasional. Menurut aliran klasik, perdagangan bebas layak dipakai sebagai sarana untuk meningkatkan kemakmuran, dengan alasan sebagai berikut:
  1. Dapat mendorong persaingan antar pengusaha, sehingga tercipta produk yang berkualitas dan berteknologi tinggi.
  2. Dapat mendorong penghematan biaya, sehingga produksi dapat dijalankan dengan biaya serendah-rendahnya dan dijual dengan harga bersaing (efisiensi).
  3. Dapat menggerakkan perputaran modal, tenaga ahli dan investasi ke berbagai negara sehingga dapat menumbuhkan perekonomian.
  4. Dapat meningkatkan perolehan laba sehingga memungkinkan para pengusaha berinvestasi lebih luas.
  5. Dapat memperluas pilihan dan variasi bagi konsumen, sehingga mereka lebih bebas dalam memilih berbagai produk yang diinginkan.
Karena dalam perdagangan bebas tidak terdapat rintangan-rintangan atau hambatan-hambatan, maka harga produk ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran sesuai hukum ekonomi.
Saat ini, perdagangan bebas belum berlaku secara menyeluruh dan masih terbatas pada kawasan-kawasan tertentu. Ini berarti, perdagangan bebas hanya berlaku bagi negara yang ada di kawasan tersebut. Dan, bagi negara yang bukan anggota kawasan tersebut tidak berlaku ketentuan perdagangan bebas, sehingga di negara tersebut masih terdapat berbagai rintangan seperti tarif, kuota, diskriminasi harga dan lain-lain.
Contoh organisasi perdagangan bebas di antaranya adalah NAFTA (North America Free Trade Agreement), yaitu perjanjian perdagangan bebas kawasan Amerika Utara, AFTA (Asean Free Trade Agrement) yaitu perjanjian perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara dan EETA (European Economic Trade Are a) yaitu kawasan perdagangan bebas Eropa.

b. Kebijakan Perdagangan Proteksionis
Kebijakan perdagangan proteksionis adalah kebijakan perdagangan yang melindungi industri dalam negeri dengan cara membuat berbagai rintangan (hambatan) yang menghalangi arus produk dari dan ke luar negeri.

Alasan suatu negara menganut kebijakan perdagangan proteksionis adalah sebagai berikut:
  1. Perdagangan bebas hanya menguntungkan negara maju, karena mereka memiliki modal yang kuat dan teknologi yang maju. Selain itu, harga produk industri negara maju dinilai terlalu mahal (tinggi) dibanding harga bahan-bahan mentah yang dihasilkan negara berkembang.
  2. Untuk melindungi industri dalam negeri yang baru tumbuh. Industri seperti ini tidak akan mampu bersaing dengan industri negara lain yang sudah maju dan berpengalaman.
  3. Untuk membuka lapangan kerja. Dengan melakukan proteksi, industri-industri di dalam negeri dapat tetap hidup dan dengan demikian mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
  4. Untuk menyehatkan neraca pembayaran. Agar terhindar dari defisit dalam neraca pembayaran, negara dapat menggunakan kebijakan perdagangan proteksionis, caranya dengan meningkatkan ekspor.
  5. Untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan mengenakan tarif tertentu terhadap produk impor dan ekspor, negara dapat meningkatkan penerimaan.
c. Info : “Keiretsu, Proteksi Gaya Jepang!”
Kelompok Sumitomo mulai sebagai perusahaan penambang tembaga sekitar 300 tahun yang lalu. Sekarang, kelompok ini terdiri dari 20 perusahaan inti dan puluhan bisnis kecil yang berlokasi di berbagai tempat di dunia dalam berbagai industri, termasuk komputer, logam, baja, gelas, batu bara, real estate, bir, barang elektronik, dan asuransi jiwa. Kelompok ini dipersatukan pertama dan paling penting oleh ritual dan tingkah laku. Misalnya, setiap tahun presiden dari kedua puluh perusahaan datang berkumpul dengan keluarga Sumitomo di tempat semacam kuil untuk memperingati pendiri kelompok tersebut.
Sebagai tambahan, presiden bertemu secara terpisah setiap bulan dengan apa yang disebut “Hakusuikal” atau “kelompok air putih” untuk mendiskusikan masalah bisnis dari membuat rencana usaha baru sampai memberikan dukungan untuk anggota kelompok yang sedang mengalami kesulitan.
Kelompok Sumitomo adalah salah satu contoh dari suatu keiretsu konglomerat bisnis raksasa. Sering kali diberi label “perusahaan sama dengan darah persaudaraan”, “famili bisnis” ini mendasar banyak pengaturan bisnis Jepang.
Sistem keiretsu telah menempatkan perusahaan asing di posisi yang tidak menguntungkan di Jepang. Kebanyakan konglomerat memfokuskan kegiatannya di sekitar bank yang besar milik kelompok mereka, sesuatu yang dilarang oleh undang-undang di Amerika Serikat.
Hal ini membuat kelompok perusahaan ini bisa menanggung kerugian tanpa khawatir mengenai menurunnya pemberian kredit karena mereka akan selalu meminta kepada bank milik kelompok. Perusahaan elektronik Jepang seperti NEC, Hitachi, dan Fujitsu bersaing lewat harga tanpa harus khawatir mengenai kerugian dalam keuangan. Keadaan ini membuat pesaing asing tidak mampu berhadapan langsung dengan Jepang, bisnis asing dirugikan, demikian pula konsumen global.
Keiretsu Sumitomo membantu anggota pada berbagai kejadian. “Bank Sumitomo amat ahli dalam mengatur kulit kacang untuk menghilangkan masalah,” kata Alicia Ogawa, seorang ahli analisis di S.G Warburg Securities. Salah satu contoh terjadi ketika Bank Sumitomo membantu keuangan Mazda pada awal tahun 1970-an dan berhasil mengembalikan perusahaan dari keadaan yang nyaris bangkrut. Anggota keiretsu Sumitomo menolong Mazda dengan menawarkan dukungan keuangan dan menerima karyawan Mazda yang sudah dirumahkan. Semua anggota keiretsu Sumitomo hanya membeli mobil Mazda selama periode pemulihan perusahaan tadi.

d. Hambatan atau Rintangan Kebijakan Perdagangan Proteksionis
Kebijakan perdagangan proteksionis dapat dilakukan suatu negara dengan membuat berbagai hambatan atau rintangan. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah:

1) Kuota impor
Kuota impor adalah kebijakan yang menetapkan batas jumlah barang yang boleh diimpor, dengan tujuan melindungi produksi dalam negeri. Dengan demikian, setelah mencapai jumlah tertentu dalam suatu periode, pengimpor dilarang menambah jumlah barang yang diimpor.

2) Kuota ekspor
Kuota ekspor adalah kebijakan menetapkan batas jumlah barang yang dapat diekspor dengan tujuan menjamin persediaan barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

3) Subsidi
Subsidi adalah kebijakan dengan cara memberikan subsidi (tunjangan) kepada perusahaan yang memproduksi barang ekspor, sehingga harga barang dari perusahaan tersebut bisa bersaing dengan barang luar negeri. Dengan kata lain, pemberian subsidi akan membuat harga jual barang menjadi lebih murah dan mampu bersaing dengan harga jual barang luar negeri.

4) Tarif impor
Tarif impor adalah kebijakan mengenakan tarif atau bea terhadap barang yang diimpor agar harga barang impor menjadi lebih mahal. Dengan demikian, perusahaan dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis bisa bersaing dengan barang impor. Pada umumnya, tarif impor dikenakan dalam bentuk persentase dari nilai barang yang diimpor, misalnya 10% atau 20%. Untuk bahan-bahan baku industri, suatu negara biasanya akan mengenakan tarif impor yang rendah atau bahkan 0%. Tarif impor dikenal dengan istilah pajak impor atau bea masuk.

5) Tarif ekspor
Tarif ekspor adalah kebijakan mengenakan tarif atau bea terhadap barang yang diekspor dengan tujuan untuk merangsang ekspor. Dengan demikian, umumnya tarif dapat dikenakan sangat rendah atau bahkan 0%. Istilah lain dari tarif ekspor adalah pajak ekspor atau bea keluar. Kebijakan tarif ekspor dan tarif impor, selain digunakan sebagai alat proteksi, juga bermanfaat menambah penerimaan negara, karena dengan adanya tarif, negara akan menerima sejumlah uang. 

6) Premi
Premi adalah kebijakan berupa pemberian hadiah atau penghargaan kepada perusahaan yang mampu memproduksi barang dengan kualitas tinggi dan kuantitas (jumlah) tertentu. Pemberian premi diharapkan bisa memacu produsen dalam negeri untuk bersaing dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya.

7) Diskriminasi harga
Diskriminasi harga adalah kebijakan melalui penetapan harga produk secara berlainan untuk satu negara dengan negara lainnya. Kebijakan ini dilakukan salah satunya dalam rangka perang tarif. Sebagai contoh, bila negara X menganggap barang hasil produksinya yang diekspor ke negara Y dikenakan tarif masuk yang tinggi, maka sebagai balasannya bila negara Y mengimpor barang dari negara X, negara X akan memberikan harga jual yang lebih tinggi. Dengan adanya tindakan ini, diharapkan negara Y akan menurunkan tarif masuknya terhadap negara X.

8) Larangan ekspor
Larangan ekspor adalah kebijakan melarang ekspor untuk barang-barang tertentu dengan pertimbangan ekonomi, politik dan sosial budaya. Dengan pertimbangan ekonomi, suatu negara melarang mengekspor bahan-bahan baku industri yang dibutuhkan di dalam negeri. Larangan ekspor dengan pertimbangan politik misalnya adanya embargo ekonomi dari PBB, di mana Irak dilarang mengekspor minyak bumi ke luar negeri. Sedangkan pertimbangan sosial budaya, misalnya suatu negara melarang ekspor benda-benda bersejarah serta flora dan fauna yang sudah langka.

9) Larangan impor
Larangan impor adalah kebijakan melarang impor untuk barang-barang tertentu dengan beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut di antaranya adalah untuk melindungi industri dalam negeri, untuk membalas kebijakan perdagangan negara lain dan untuk menghemat devisa.

10) Dumping
Dumping adalah kebijakan menjual suatu barang di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri. Tujuan kebijakan ini adalah memperluas dan menguasai pasar. Dumping bisa dilakukan bila terdapat aturan(hambatan) yang jelas dan tegas sehingga konsumen di dalam negeri tidak bisa membeli barang (yang didumping) dari luar negeri.

e. Info : Sekilas Dumping
Dumping adalah praktik penjualan suatu komoditi ke luar negeri dengan harga jauh lebih rendah dari tingkat harganya di pasaran domestik, bahkan mungkin di bawah harga pokoknya. Tujuan dumping adalah untuk memperoleh keunggulan bersaing dengan pemasok dari negara lain
Dumping hanya akan berhasil jika pasar luar negeri dan domestik terpisah jauh secara geografis, dan tidak terbuka kesempatan untuk menjual kembali ke negara asal. Dalam perdagangan internasional dikenal tiga jenis dumping. 
  1. persistent dumping (dumping terus-menerus) merupakan diskriminasi harga yang dilakukan secara kontinu, tanpa mempedulikan protes dari negara lain. Praktik ini pernah dijalankan Jepang sebelum Perang Dunia II untuk menerobos dan memantapkan diri di pasaran luar negeri. 
  2. sproradic dumping dipraktikkan untuk melepas persediaan yang besar ke pasaran luar negeri, dan biasanya didorong oleh kelesuan pasar domestik; 
  3. predatory dumping (dumping untuk menghancurkan pesaing) dipraktikkan untuk menghalau pesaing asing dari pasaran luar negeri yang menjadi sasaran. Setelah pesaing mengundurkan diri dari pasaran yang dituju, harga dinaikkan untuk menutup kerugian yang diderita sebelumnya. Jenis dumping kedua dan ketiga, tidak dianggap membahayakan oleh kebanyakan ahli ekonomi, karena tidak terlalu menggoyahkan sendi-sendi perdagangan internasional. Sedang dumping jenis pertama sangat mencemaskan, apalagi jika kebijakan ini didukung pemerintah negara pengekspor. Dalam praktik, tuduhan adanya persistent dumping sulit dibuktikan, karena pemerintah negara bersangkutan hanya secara terselubung memberikan subsidi atau kemudahan ekspor melalui pengaturan valuta asing yang diskriminatoris.
Secara internasional. Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tarifs and Trade - GATT) melarang praktik dumping dengan mengizinkan bea masuk yang tinggi atas barang dumping.


Sumber: Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen
Referensi :
Sa’diyah, C. dan D. A. Purnomo. 2009. Ekonomi 2 : Untuk Kelas XI SMA dan MA. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 351.

Sekian artikel singkat tentang Kebijakan Perdagangan Bebas semoga bermanfaat bagi kita. sekian dan terima kasih.